"Mungkinkah rasaku akan terbaca?"
Maaf, malam ini aku terlihat lancang. Terlampau tidak tahu
diri dengan menghidupkan kamu dalam aksaraku. Setelah memutuskan jatuh hati
padamu aku menemukan bahagia yang terlampau sederhana. Entah sejak kapan melihat
senyummu, membuat senyumku merekah.
Ya, sesederhana itu bahagiaku; menatap
matamu, membaca tulisan-tulisanmu, dan menemukan apapun perihal kamu.
Meskipun pada akhirnya bukan aku yang kamu inginkan. Meskipun
benar kata mereka, aku adalah aksara yang tak pernah terbaca. Tapi percayalah, walaupun
pada akhirnya perasaanku harus menguap sebelum sampai dihadapanmu. Aku akan tetap
bersyukur. Sungguh, menjatuhkan hati pada lelaki yang membuatku bahagia dengan hanya
sekedar melihat senyumnya merupakan suatu hal yang patut aku syukuri.
Benar, aku yang salah.
Aku terlalu hebat menciptakan eskpetasi dalam hatiku.
Mengartikan setiap bentuk perhatian sebagai bentuk ketertarikan. Menepis segala
ketidakmungkinan, bahwa kamu tidak akan pernah meninggalkanku. Dan salah, kau membuktikannya
sendiri. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Bagaimana mungkin aku dengan semangat menjadikanmu
prioritas. Sedang kamu, menjadikanku pilihan saja tidak pernah terfikirkan.
Bagaimana mungkin menomor satukan?
Dengan senang hati aku menunggumu, berharap setelah lama
bersama akan ada rasa yang bermuara. Padahal kita bisa jadi satu yang teramat
hebat. Namun sayang, ternyata punggungku adalah bahagiamu.
Sepertinya memang benar aku yang salah, bukankah kau hanya
melakukan sesuatu yang menurutmu bahagia? Sedang aku bukan sebuah kebutuhan
bahagiamu. Mungkin benar, jika aku bukan lega dalam panjangnya dahaga. Karena
pada akhirnya pun kita hanya sebatas saling yang harus asing. Sekuat apapun aku
ingin bersatu, pada akhirnya kita hanyalah sebatas aku dan kamu.
Mungkin kali ini selesai sudah tugasku membersamaimu. Lihat,
kau menemukan dia yang selama ini kau cari. Setelah titik yang kau buat
harusnya aku sadar, dititik itu pula semua harus pudar.
Namun sekali lagi adalah salahku menghidupkan yakin yang meraja di hati ini.
Aku tak ingin.
Namun aku harus.
Untuk pertama kalinya sesaat
setelah membersamaimu, aku harus berhenti melangkah untuk menjagamu. Meskipun
setelah itu aku sadar. Bayangmu kian nyata menyisakan kenang dan tanya. Namun
sialnya yang aku bisa hanya diam tanpa keluhkan apapun. Bahkan mungkin akan
tetap menghidupkan yakin, bahwa kamu akan melihatku untuk kemudian kau jadikan
tempat kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar