Pertemuan yang dibuat
dengan kisah-kisah yang kuat, akan melahirkan perpisahan yang berat.
Untuk seorang yang tidak
bisa aku sebut namanya pada dunia,
Apa benar jika takdir
selalu memberikan yang terbaik? Layaknya aku dan kamu yang tidak pernah dibiarkan
menyatu. Bahkan setelah apapun yang hadir dan terjadi di waktu silam, kita
tidak pernah benar-benar ada.
Apakah mungkin memang seharusnya
begitu?
Lalu kapan diantara aku dan kamu
tumbuh rindu yang indah?
Ada beberapa kisah
yang memang harus berakhir bahkan ketika kita enggan untuk mengakhiri. Dan pada
akhirnya. Cerita yang enggan aku akhiri,hari ini terpaksa harus aku beri tanda
titik. Mungkin benar alasan kita berhenti bertukar kisah karena kita memang
tidak pernah benar-benar ada selama ini.
Sayang, maaf.
Disini batas kita. Tak
bisa lagi lebih jauh, pun juga aku tak bisa lagi mendekat. Sekian lama, aku
pernah menunggu; mencoba memaknai perasaan yang memang bukan tertuju padaku.
Perasaan ini hanya tertuju satu arah dan (selama ini) kepalaku bersikeras bahwa
apa yang kita jalani bergerak dua arah.
Akhirnya aku (mengaku)
kalah, aku menyerah. Aku kalah dengan apa yang aku yakini dalam
hati. Wanita tak cukup dengan hanya sekedar kuat dan tangguh. Wanita harus bisa
menempatkan diri. Dimana dia harus menampakkan kesedihan yang mendalam dan
dimana dia harus menampakkan kebahagiaan sejati.
Jangan bersedih ya? Mungkin tidak
dikehidupan ini, mungkin di ruang waktu yang lain. Tapi aku senang pernah
berada satu tempat yang entah apa ini namanya bersamamu. Sekarang berpisah dulu
ya? Kalau boleh dan mau berdoa supaya kita jumpa kembali, ya?
Aku tahu, kau pun juga
tahu. bahwa hadirnya kita hanyalah sebatas enggan sendiri. Tanpa sadar kita
sama-sama menyakiti satu sama lain. Berhenti bermain-main seolah kamu
membutuhkan hadirku. Kita sama-sama tahu, kau hanya kesepian.
Maka dari itu sayang,
pergilah.
Tak usah kamu
membuang-buang waktu dengan mempertahankan apa yang tak ingin kau pertahankan.
Sungguh, memastikanku tinggal hanya membuat terkelupasnya luka-lukamu. Aku tak
mau, jika denganku terangmu akan padam. Aku tak ingin tawamu terampas habis
olehku. Aku tak ingin jika pada pelukku tak kau temukan hangat, justru rasa
perih sebab menghujamkan hatimu pada tubuh yang sejatinya menikammu.
Sebelum titik itu benar-benar
ditulis, maukah kau mengeja setiap kata-kata bahagia, dalam pelukku?
Kita "pernah"
tertawa bahagia untuk hal yang begitu sederhana. Sebelum kita memedulikan kata
kesedihan. Sebelum ada kata "pergi" di antara kita.
Ingatlah aku dalam penantian.
Ingatlah aku yang tertatih menunggu sadarmu yang letih. Ingatlah suatu hari
akan aku ajari bagaimana merawat tabah. Suatu hari ketika hatimu patah oleh
seorang lain, kau bisa mencariku sebagai pengaduan yang tak mengenal kesedihan.
Karena dihadapanmulah aku manusia yang paling tabah.
Kau tak percaya? Hitung jemarimu.
Sebanyak itu pula penantianku.
Bertahun-tahun bertahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar